TEMPO.CO, Jakarta – Perusahaan minyak dan gas Shell Indonesia membantah bakal menutup seluruh unit stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia. “Shell Indonesia menginformasikan bahwa informasi yang beredar terkait rencana Shell untuk menutup seluruh SPBU di Indonesia adalah tidak benar,” kata Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea, pada Minggu, 24 November 2024, seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya berkembang isu soal Shell bakal menutup SPBU di Indonesia karena kondisi bisnis penyaluran retail bahan bakar minyak di Tanah Air. Ramai isu tersebut beredar sejak Sabtu pekan lalu, 23 November 2024. Lantas, bagaimana sejarah terbentuknya SPBU Shell di Indonesia?
Dikutip dari Antara, PT Shell Indonesia telah memiliki 209 SPBU per April 2023. SPBU tersebut tersebar di lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Kemudian terbagi di kota lapis kedua seperti Cirebon, Jawa Timur, Karawang, Bogor, Cilegon, Serang Barat, Blitar, Mojokerto, Pare (Kediri), dan Lamongan.
Shell pertama kali memulai bisnis SPBU di Indonesia di Karawaci, Tangerang pada 2005. Sebelum itu, pemerintah membuka swasta non-Pertamina untuk bisnis BBM. Peluang ini disambut Shell, Petronas dan Total. Namun Petronas Malaysia tutup tujuh tahun kemudian. Sedangkan Total yang juga membuka gerainya pada 2005 bertahan sampai 2021.
Setelah Petronas dan total hengkang dari Indonesia, Vivo, BP-AKR, Mobil dan PERTAMINA membuka SPBU di kesempatan ini. Vivo sendiri membuka usaha BBM pada 2017, dan Mobil mulai buka pada 2019, sedangkan BP-AKR pada 2020. Perusahaan BBM swasta umumnya menjual bensin dengan oktan 2 ke atas, kecuali Vivo yang menjual bensin setara Pertalite namun tidak disubsidi pemerintah.
Pada 2006, Shell memulai usaha bahan bakar komersial, kelautan, dan bitumen di Indonesia. Mereka menyediakan produk oli dan bantuan teknis terkait kepada sektor industri, transportasi, dan pertambangan. Shell kemudian mendirikan pabrik pencampuran oli pelumas terbesarnya atau Lubricants Oil Blending Plant (LOBP) Shell di Marunda, Bekasi pada 2015.
Pabrik ini memproduksi berbagai produk pelumas meliputi pelumas mesin mobil, pelumas motor, pelumas mesin diesel heavy duty, pelumas transmisi, dan pelumas industri lainnya.
Dikutip dari laman resminya, Shell melakukan bisnis migas jauh sebelum Indonesia merdeka. Perusahaan itu memulainya sejak akhir abad ke-19, atau hampir satu abad setelah pemerintah Belanda mengambil alih aktivitas VOC di nusantara. Pada tahun 1884, warga negara Belanda, Aeilko Jans Zijlker menemukan jejak minyak di Sumatra.
Dengan lisensi yang diperoleh dari penguasa setempat, Sultan Langkat, dia menggali sumur pertamanya yang ternyata kering. Setahun setelahnya, dia menggali Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan Sumatra Utara. Ia menemukan minyak dari Telaga Tunggal 1 dan mulai berproduksi dalam kuantitas komersial.
Pada 1890, Zijlker mengubah “Provisional Sumatra Petroleum Company” miliknya menjadi sesuatu yang lebih substansial. Lalu, pada 16 Juni piagam perusahaan Royal Dutch Petroleum Company didirikan di Den Haag. Sejak itulah Royal Dutch Shell plc/Shell Group of Companies ada di Indonesia dalam berbagai aktivitas bisnis. Dalam beroperasi, Shell berfokus dalam industri minyak dan gas, sekaligus membantu memenuhi permintaan energi global.
Di sektor Hulu, Shell Indonesia eksplorasi cadangan gas alam dan gas cair baru serta mengembangkan berbagai proyek baru utama. Dalam bisnis Gas Terpadu, Shell Indonesia berfokus pada gas alam cair (LNG) dan mengonversi gas ke cair (GTL).
Pada bisnis Hilir, Shell Indonesia juga mengubah minyak mentah menjadi berbagai jenis produk sulingan untuk penggunaan domestik, industri, dan transportasi. Selain itu, Shell Indonesia memproduksi dan menjual petrokimia untuk penggunaan industri di seluruh dunia.
KHUMAR MAHENDRA | ANTARA | SHELL
Pilihan Editor: Bahlil Soal Ojol Tidak Jadi Target Subsidi BBM: Masa Usaha Disubsidi?