MOSKOW, iNews.id – Pemerintah Rusia terus mengkritik Prancis terkait penangkapan bos Telegram Pavel Durov. Alasan penangkapan Durov, yakni terkait isu keamanan, terkesan dibuat-buat.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, pihak berwenang Rusia juga punya masalah dengan Telegram, namun sang CEO tidak pernah ditangkap saat berada di Rusia. Durov diketahui juga memiliki beberapa kewarganegaraan, di antaranya Prancis dan Uni Emirat Arab (UEA).
“Satu-satunya hal yang ingin saya sampaikan, tidak ada yang menangkapnya di negara kami. Memang, teroris menggunakan jaringan Telegram, tapi teroris juga menggunakan mobil. Mengapa mereka tidak menangkap CEO Renault atau Citroen?” kata Peskov, dikutip dari Sputnik.
Baca Juga
Terkuak, Prancis Ternyata Pernah Bujuk Pavel Durov Pindahkan Kantor Pusat Telegram ke Paris
Durov ditangap setelah turun dari pesawat jet pribadi pada 24 Agustus di bandara Paris. Dia dituduh mengizinkan aplikasi Telegram untuk tindakan kriminal, termasuk terorisme, pornografi anak, perdagangan narkoba, pencucian uang, dan penipuan.
Selain Durov, polisi juga menangkap pengawal dan seorang perempuan. Namun keduanya dibebaskan tanpa dakwaan.
Baca Juga
Negara Barat Tak Akan Dapat Data Rahasia Rusia dengan Menangkap Bos Telegram Durov
Sementara itu Durov dibebaskan dengan jaminan 5 juta euro atau sekitar Rp86 miliar setelah mendengarkan dakwaan pada Rabu lalu di pengadilan Paris. Pria 39 tahun itu menghadapi dakwaan awal yakni mengizinkan aktivitas kriminal melalui platform aplikasi pesan singkatnya itu.
Kantor Kejaksaan Paris menyatakan, meski bebas dengan jaminan, Durov dalam pengawasan pengadilan dan dilarang meninggalkan Prancis.
Baca Juga
Rusia: AS Perintahkan Penangkapan Pavel Durov demi Kuasai Telegram
Sementara itu Telegram menolak semua tuduhan tersebut dengan alasan kebijakan moderasinya telah mematuhi hukum Uni Eropa serta memenuhi standar industri. Perusahaan menyebut tuduhan itu tidak masuk akal karena menyalahkan platform atau pemiliknya atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna.
Editor : Anton Suhartono