JAKARTA, iNews.id – Contoh teks cerita sejarah tentang pahlawan berikut bisa jadi referensi belajar. Jenis teks ini bisa kita temukan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Teks sejarah merupakan sebuah teks yang ditulis untuk menceritakan tentang peristiwa di masa lalu. Dengan adanya teks itu, kita bisa mengetahui kronologi atau rentetan sejarah di masa lalu.
Baca Juga
Biografi Pahlawan Nasional R.A Kartini, Pejuang Emansipasi Wanita
Agar lebih memahami bentuk teksnya, berikut contoh teks cerita sejarah tentang pahlawan yang dilansir dari berbagai sumber, Minggu (25/8/2024).
Contoh Teks Cerita Sejarah tentang Pahlawan
1.Cut Nyak Dien
Lahir pada tahun 1848 di Kerajaan Aceh, Cut Nyak Dien merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia berasal dari garis keturunan bangsawan yang sangat menghargai nilai-nilai agama.
Baca Juga
Peristiwa Sejarah Hari Ini 1 Agustus: Gempa Dahsyat di Banda hingga Raja Fahd Meninggal
Orang tua Cut Nyak Dien adalah Teuku Santa Setia dan Putri Uleebalang Lampagar. Ia memiliki seorang putra hasil pernikahannya dengan Ibrahim Lamnga.
Selain itu, Cut Nyak Dien juga memiliki seorang putra bernama Cut Gambang dari pernikahannya dengan Teuku Umar. Namun, perjuangan Cut Nyak Dien dalam mengusir penjajah Belanda tidak terlalu mudah.
Baca Juga
Lirik Lagu Hymne Pramuka Beserta Sejarahnya
Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar menerapkan strategi Hed Veraad, di mana mereka berpura-pura bekerjasama dengan penjajah Belanda. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memahami rencana Belanda lebih dalam.
Setelah mengetahui rencana jahat Belanda, Cut Nyak Dien melancarkan aksi perlawanan untuk merebut kembali kekuasaan dari tangan penjajah. Namun, upaya ini mengalami kegagalan saat Teuku Umar tidak berhasil menyerang pasukan Belanda.
Baca Juga
Sosok Kesatria Batak Sisingamangaraja XII, Pahlawan Nasional Dikenal Sakti Bisa Usir Roh
Meskipun begitu, semangat perjuangan melawan penjajah terus dipegang oleh Cut Nyak Dien, yang pada saat itu masih dalam usia muda. Namun, dia akhirnya ditangkap oleh Belanda di Beutong Le Sageu.
2. RA Kartini
Raden Ajeng Kartini, seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia, lahir pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904 ketika sedang melahirkan anaknya.
Baca Juga
4 Contoh Teks Doa Upacara Bendera, HUT Kemerdekaan sampai Hari Pahlawan
Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai seorang perempuan Indonesia yang kuat dan gigih dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Salah satu karya terkenalnya adalah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Meskipun memiliki reputasi sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Kartini pada masa muda memiliki kisah yang sangat menginspirasi. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat menghormati adat dan tradisi.
Pada masa itu, perempuan yang belum menikah diharamkan untuk keluar rumah. Tradisi ini menjadi suatu kendala bagi Kartini, namun ia berhasil mengatasi hambatan tersebut setelah menikah dengan Adipati Rembang.
Hasrat Kartini untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada perempuan kemudian mendapatkan dukungan penuh dari suaminya. Bersama-sama, mereka mendirikan sekolah-sekolah wanita di berbagai kota seperti Semarang, Malang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, dan Cirebon.
Melalui kerja keras dan semangat tak kenal menyerah, Raden Ajeng Kartini mampu mengangkat derajat perempuan Indonesia. Dengan prestasinya tersebut, tak heran jika ia diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Kisah yang telah menjadi legenda ini tetap dapat menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia di era modern. Lebih dari itu, perjuangannya memberi pelajaran berharga untuk tetap percaya pada diri sendiri dan memegang teguh prinsip-prinsip yang diyakini.
3. Ki Hajar Dewantara
Sosok yang dikenal dengan sebutan Bapak Pendidikan Indonesia ini sebenarnya tidak dilahirkan dengan nama Ki Hajar Dewantara. Nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Ki Hajar Dewantara berasal dari keluarga kerajaan Yogyakarta. Ia dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di tanah kelahirannya, Yogyakarta.
Kisah perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam memajukan Indonesia dipenuhi dengan tantangan dari pihak Belanda. Ia pernah diasingkan ke Belanda setelah mendirikan sebuah organisasi yang bertentangan dengan penjajah.
Meskipun mengalami kegagalan berkali-kali, Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawannya akhirnya kembali ke Indonesia. Ia melanjutkan perjuangannya dengan mendirikan lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama National Onderwijs Taman Siswa.
Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia. Demikianlah merupakan contoh narasi singkat tentang perjalanan hidup pahlawan Ki Hajar Dewantara dalam sejarah Indonesia.
4. Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman adalah seorang tokoh pahlawan nasional yang lahir di Bodas Karangjati pada tanggal 24 Januari 1916. Ia berasal dari keluarga Karsid Kartawiraji dan Siyem.
Ayah Jenderal Soedirman bekerja di pabrik gula yang berada di Banyumas, sementara ibunya memiliki keturunan wedana Rembang dan kemudian menikah dengan Karsid Kartawiraji.
Dua sosok yang dikenal sebagai orang tua angkat Sudirman adalah Toeridowati dan Raden Tjokrosoenarjo. Orang tua angkatnya merupakan asisten wedana yang ternyata masih memiliki hubungan keluarga dengan Siyem.
Perjalanan hidup Sudirman, mulai dari masa kecil hingga dewasa, dimulai dengan pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa. Kecenderungannya dalam berorganisasi membentuk Jenderal Sudirman menjadi seorang pemuda yang cerdas.
Pada tanggal 18 Desember 1945, Presiden Soekarno melantik Sudirman sebagai seorang Jenderal. Saat pelantikannya, usia Jenderal Sudirman telah mencapai 31 tahun.
Setelah menjadi Jenderal, ia memimpin perang di Ambarawa melawan serangan Agresi Militer Belanda II. Meskipun mengalami sakit, Jenderal Sudirman berhasil menjalankan misi gerilya untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada akhir hayatnya, Jenderal Sudirman meninggal dunia akibat penyakit TBC dan dimakamkan di TMP Kusuma Negara Yogyakarta. Kiprah dan perjuangannya yang besar menjadikan Sudirman diakui sebagai Jenderal Besar Anumerta Bintang Lima.
5. Soekarno
Ir. Soekarno, juga dikenal dengan sebutan Bung Karno, memiliki peran krusial dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia awalnya lahir dengan nama Kusno Sosrodihardjo, tetapi dalam sejarah perjuangan lebih sering diidentifikasi sebagai Bung Karno.
Orang tua Ir. Soekarno adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Meskipun lahir di Blitar, Provinsi Jawa Timur, Bung Karno tidak berasal dari Bali, dan kelahirannya terjadi pada tanggal 6 Juni 1901.
Bung Karno sukses merebut kedaulatan Indonesia dari cengkeraman penjajah. Bersama dengan Bung Hatta, mereka mengumumkan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Walaupun menghadapi berbagai tantangan dalam perjuangan membebaskan Indonesia, namun Presiden Pertama Indonesia ini selalu diingat dan dihormati. Semangat perjuangannya yang tanpa kenal takut terus menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
6. Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan yang berasal dari Makassar. Ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. Sebelum menjadi raja, nama asli beliau ialah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah ia naik takhta, barulah ia bergelar Sultan Hasanuddin.
Kerajaan Gowa kala itu menentang keras kongsi dagang Belanda, yakni VOC yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku.
Sultan Hasanuddin yang memegang tampuk kepemimpinan pun dengan tegas menolak monopoli tersebut sehingga Belanda geram dan menggempur Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa yang tak kuat menahan gempuran akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Namun, itu semua tidak serta-merta memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, tetapi sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan.
Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
7. Dewi Sartika
Dewi Sartika merupakan salah satu tokoh pahlawan dari Indonesia. Ia lahir dari orang tua bernama Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara di tanah pasundan.
Meski bertentangan dengan adat namun orang tua Dewi Sartika tetap menyetujuinya belajar di sekolah Belanda. Sepeninggal ayahnya Dewi Kartika diasuh oleh pamannya yang kala itu seorang patih di Cicalengka.
Berkat pamannya Dewi Sartika tumbuh menjadi sosok perempuan yang cerdas dan berwawasan luas. Pahlawan wanita Indonesia tersebut melengkapi wawasannya dengan pengetahuan budaya Barat dan kebudayaan Sunda.
Pada usia muda, Dewi Kartika berjuang mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Namun pamannya risau dengan adat istiadat yang tentang kalangan wanita yang menempuh pendidikan.
Usaha Dewi Kartika tersebut kemudian didukung sang suami dengan mendirikan sekolah di kawasan Karang Pamulang. Setelah lama menekuni dan membina kaum perempuan Dewi Kartika akhirnya mampu melebarkan sayapnya.
8. Bung Tomo
Soetomo atau yang dikenal dengan nama Bung Tomo adalah anggota gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Kemudian, di usia 17 tahun, Soetomo muda dipercaya menjadi Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Dukuh, Surabaya.
Bung Tomo juga terjun ke dunia jurnalistik sejak usia 17 tahun dan kegiatannya ini menempa semangat juangnya. Karirnya dalam dunia tulis-menulis pertama kali ia rasakan di harian Oemoem, Surabaya.
Jabatan tertingginya sebagai wartawan adalah Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara, 1945. Salah satu kalimat orasi yang membakar api juang kala itu, “Merdeka atau mati” kini dikenang semua masyarakat Indonesia.
Kala itu, satu kalimat itu mampu menyulut jiwa juang para pejuang yang siap bertempur di medan laga. Bung Tomo dengan kemampuan orasinya memang hadir pada saat yang tepat. Lewat kalimat-kalimat patriotiknya, ia terus membakar spirit perjuangan rakyat, khususnya warga Surabaya.
Karena orasi Bung Tomo pulalah, pertempuran rakyat Surabaya melawan Belanda, 10 November 1945, menjadi pertempuran terdahsyat selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selain momentum yang dikenang menjadi Hari Pahlawan, Bung Tomo sebagai aktor utama pada peristiwa tersebut juga dinobatkan menjadi pahlawan nasional. Kiprahnya sebagai pahlawan juga berperan besar dalam dunia jurnalistik di Indonesia.
9. W.R Supratman
W.R Supratman merupakan tokoh kebangsaan Indonesia yang lahir pada 19 Maret 1903. Wage Rudolf Soepratman dikenal sebagai anak Desa Somongari, Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
W.R. Supratman lahir dari orang tua bernama Sersan Jumeno Senen. Akta kelahiran tokoh tersebut memperlihatkan tanah kelahirannya Jatinagara meski sebenarnya W.R Supratman lahir di Purworejo.
Meski lahir di sebuah desa namun W.R. Supratman tidak serta merta tinggal di desanya. Setelah berusia tiga bulan, dia dibawa orang tuanya ke Jatinegara yang kala itu bertugas sebagai tentara KNIL.
W.R Supratman memulai debutnya sebagai tokoh yang berperan penting bagi Bangsa Indonesia sejak kelulusannya. Setelah kelulusannya ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru.
Hobi dan bakatnya bermusik dimanfaatkan W.R. Supratman untuk menulis Lagu Kebangsaan Republik Indonesia.
Salah satu karyanya yang selalu dikumandangkan saat upacara bendera yaitu Indonesia Raya. Akhirnya hidup dan perjuangan W.R. Supratman terhenti setelah kesehatannya terus menurun. Kongres Pemuda Kedua yang dilaksanakan pada 27 hingga 28 Oktober 1928 menjadi saksi perjuangannya.
Meski belum sempat merasakan kemerdekaan namun W.R. Supratman menjadi pahlawan yang paling berjasa di Indonesia. Karya-karyanya kemudian digubah dan dinyanyikan ulang sebagai bentuk kebanggaan masyarakat Indonesia terhadap W.R. Supratman.
10. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta atau yang akrab dipanggil Bung Hatta adalah seorang pemikir, negarawan, ekonom, dan sekaligus menjadi Wakil Presiden Indonesia yang pertama mendampingi Soekarno. Ia lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pendidikan masa kecil Bung Hatta dimulai dari Sekolah Rakyat. Ia juga kental dengan pelajaran agama karena dilahirkan di lingkungan keluarga yang kuat akan ilmu agama. Beranjak dewasa, ia menempuh pendidikan di sekolah MULO.
Selama pendidikan, beliau mempelajari banyak hal di luar pelajaran formal seperti keorganisasian. Kecintaannya terhadap organisasi masih terbawa saat ia melanjutkan pendidikan di PHS (Prins Hendrik School) pada 1921. Ia aktif menjadi bagian dari Jong Sumatranen Bond.
Ia pun lulus dari PHS dan mendapat beasiswa kuliah di Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda, Bung Hatta kembali menambah kapasitas ilmunya dengan mempelajari hal-hal seperti tata negara dan juga ekonomi kolonial.
Keaktifan dalam organisasi tak terhenti, sejak Februari 1922, Bung Hatta telah terpilih menjadi bendahara di Indische Vereeniging, sebuah organisasi yang dipimpin oleh dr. Sutomo bersama dengan tokoh-tokohnya lainnya seperti dr. Sjaaf, Kaligis, dan dr. Sardjito.
Dalam perkembangannya, tahun 1925 Indische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia.
Di tahun 1925 itu, anggota Perhimpunan Indonesia mengumpulkan beberapa ratus golden untuk mengongkosi perjalanan dua orang ekonom dari perhimpunan Indonesia yaitu Bung Hatta dan Syahrir untuk mempelajari cara mempraktikkan koperasi di Denmark, Swedia, dan Norwegia.
Keberhasilan negara-negara tersebut dalam menjalankan koperasi menjadi tujuan dari Bung Hatta dan Syahrir untuk mengembangkan ekonomi koperasi di Tanah Air. Jadi tidak salah kalau sekarang Bung Hatta disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Atas desakan seluruh anggota, Bung Hatta dicalonkan sebagai ketua dan tahun 1926 terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia. Sebagai Ketua
Perhimpunan Indonesia Bung Hatta dapat menyampaikan gagasan-gagasannya terkait politik yang dianut dan akan dijalankan Perhimpunan Indonesia.
Namun, sama seperti Soekarno, Belanda menganggap ini adalah sebuah ancaman bagi pemerintahan kolonial.
Dalam masa perjuangan politiknya itu, Bung Hatta pernah ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan menjadi anggota perhimpunan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menghasut untuk menentang Kerajaan Belanda.
Setelah mendekam selama lima setengah bulan, berkat pembelaan dan perjuangan hukum teman-temannya beliau dibebaskan dari segala tuduhan.
Tak sampai di situ, bahkan dia juga pernah diasingkan oleh Belanda ke Digul dan Banda Neira. Saat pengasingan, ia menulis artikel-artikel untuk koran di Jakarta dan majalah-majalah di Medan yang tidak terlalu bermuatan politis.
Tulisan-tulisan tersebut justru lebih bersifat menganalisis dan mendidik pembacanya.
Saat Jepang menduduki Indonesia, Hatta dibebaskan dan dijadikan penasihat oleh pemerintahan Jepang. Hal ini dimanfaatkan oleh Hatta untuk membela kepentingan rakyat Indonesia.
Ia pun turut andil dalam keanggotaan Panitia Sembilan dan PPKI sebagai media persiapan kemerdekaan Indonesia.
Setelah perjuangan panjangnya, ia berhasil mewujudkan keinginan rakyat untuk memerdekakan Indonesia. Bersama dengan Soekarno, beliau menorehkan tinta “atas nama bangsa Indonesia” di dalam naskah proklamasi.
Perjuangan kedua pasangan emas tersebut dalam memerdekakan Indonesia tak lagi dimungkiri. Mereka pun diangkat menjadi pahlawan proklamasi secara resmi tahun 2012 setelah sebelumnya status tersebut mengalami distorsi berkali-kali.
Demikian ulasan mengenai contoh teks cerita sejarah tentang pahlawan. Semoga bermanfaat!
Editor : Komaruddin Bagja