SEBANYAK 1.836 anak sampai usia 17 tahun di Jakarta ditengarai terlibat judi online (judol). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan pentingnya literasi pada anak-anak untuk dapat membedakan mana permainan yang mengarah pada ciri-ciri judi online dan mana yang tidak.
Ketua KPAI Ai Maryati menjelaskan memaparkan banyak anak yang salah mengerti mengenai game biasa dan game berbentuk perjudian. Dia menyebut banyak anak-anak yang tidak diawasi orang tua saat bermain game yang ternyata sudah ada unsur judi online-nya.
“Dari beberapa hasil kita tanya jawab dengan anak-anak dan bahkan pengaduan dan ada juga yang sudah kami awasi, berbeda-beda ya. Berbeda-bedanya juga cukup tipis, antara murni permainan game yang berklasifikasi usia dengan bentuk perjudian tapi melalui game. Ini yang kerap kita salah memahami, bahwa ini bukan game biasa bahwa sarat dengan judi misalnya. Ini kan tanpa pengawasan lagi-lagi tanpa adanya monitoring orang tua, sesuatu yang sulit sekali dikendalikan,” kata Ai kepada media, Selasa (12/11/2024).
Ai mengatakan, selain kurangnya pengawasan orang tua, faktor lingkungan sekitar juga berpengaruh. Orang terdekat bisa menjadi pemicu anak turut bermain judi online.
“Kemungkinan besar memang penggunaan itu berawal dari hilangnya kontrol. Ataupun malah menjadi role model, ada orang terdekatnya, orang tua, saudara atau teman-teman yang dia percaya malah melakukan hal yang sama main judi online, sehingga tidak ada lagi role model yang bisa membantu dia keluar dari situ,” ujarnya.
Peningkatan literasi terhadap anak-anak, lanjut Ai, menjadi hal yang sangat penting. Menurutnya apabila anak-anak memiliki kemampuan literasi yang baik, maka mereka bisa merespons dengan tegas untuk menolak bermain game yang masuk dalam kategori judi online.
“Anak-anak ini, literasi kita juga mesti ditingkatkan. Kemampuan untuk bisa menolak, oh ini bentuk judi, ini bentuk permainan, oh ini bentuknya hanya rekreatif. Klasifikasi usia harus disesuaikan dengan download-an jenis permainan. Ini kan literasi semua,” ucapnya.
Selain literasi, Ai mendorong pemerintah men-takedown game yang sudah ada kaitannya dengan judi online. Dia mengatakan KPAI sudah merekomendasikan hal tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Di aspek kebijakan, saya rasa harus di-takedown habis itu yang sudah menyerupai judi online. Yang sudah bentuk-bentuk bukan dari permainan biasa, ada kaitan dengan judi online karena pasti ada bentuk lainnya. Contoh pertaruhan, slot, mungkin menang sekali kalahnya puluhan kali, ya mengundang reaksi anak-anak ingin terus mengikuti. Ini bentuk-bentuk yang menyerupai dan sudah masuk perjudian. Kami sudah merekomendasi itu untuk dilakukan takedown,” imbuhnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengungkapkan 1.836 anak sampai usia 17 tahun di Jakarta terlibat judi online. Nilai transaksi judi online tersebut mencapai Rp 2,29 miliar. Angka itu dikutip Teguh dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Pada tahun 2024 ini paling tidak, berdasarkan PPATK, ada sekitar 1.836 anak usia sampai 17 tahun yang terlibat di DKI Jakarta, dengan nilai transaksi kurang lebih Rp 2,29 miliar,” kata Teguh saat melakukan kunjungan ke SMA 92 Jakarta Utara bersama Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid, Selasa (12/11/2024).
Teguh mengimbau sosialisasi mengenai dampak negatif judi online digencarkan. “Saya sudah tekankan kepada jajaran baik OPD khususnya tingkat pendidikan, dan dinas kominfotik untuk mewaspadai itu dan terus melakukan sosialisasi,” katanya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, jelasnya, akan mendukung program pemerintah pusat terkait literasi digital sebagai upaya mengatasi judi online. Salah satunya acara literasi digital yang digelar bersama Kementerian Komunikasi dan Digital.
“Kami siap mendukung program-program strategis dari pemerintah pusat, termasuk juga program yang terkait dengan literasi digital. Kita berharap dari acara ini betul-betul bisa menyadarkan kita,” ujarnya.(H-2)